Showing posts with label Peranan Kepala Sekolah Dalam Mewujudkan Visi Dan Misi Sekolah Menjadi Sebuah Aksi. Show all posts
Showing posts with label Peranan Kepala Sekolah Dalam Mewujudkan Visi Dan Misi Sekolah Menjadi Sebuah Aksi. Show all posts

Friday, August 3, 2018

Peranan Kepala Sekolah Dalam Mewujudkan Visi Dan Misi Sekolah Menjadi Sebuah Aksi

(Artikel ini dimuat di Jurnal Ilmiah Inspirasi, LPMP Jawa Timur, Vol. II / No. 2 / Juli 2018)

Abstrak: Kemampuan dan keterampilan serta ketekunan seorang kepala sekolah sangat berarti dalam mewujudkan visi dan misi suatu lembaga sekolah. Bahkan maju dan mundurnya suatu lembaga sekolah yang tertuang dalam visi dan misi sekolah sebagaian besar terletak pada peran seorang kepala sekolah dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Untuk mewujudkan visi dan misi sekolah menjadi sebuah aksi, kepala sekolah harus mampu melaksanakan perannya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, innovator, motivator, figur dan mediator yang dikemas dalam akronim EMASLIM–FM. 

Kata Kunci:Kepala sekolah dan visi misi sekolah


PENDAHULUAN 
Sejak diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekolah diharapkan dapat menentukan visi dan misi sekolah yang akan dicapai dalam mengembangkan mutu pendidkan dan memberikan standar pelayanan sekolah terhadap masyarakat (peserta didik) yang ada di lingkungannya. Akan tetapi tidak jarang visi misi sekolah hanya tertuang dalam bingkai pelengkap hiasan dinding, sementara warga sekolahnya tidak memahami atau bahkan acuh tak acuh terhadap visi misi sekolahnya sehingga perkembangan sekolah berjalan secara alami atau apa adanya. Padahal visi dan misi sekolah diharapkan dapat menjadi aksi warga sekolah dalam rangka pengembangan sekolah dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat (peserta didik) di sekitarnya.
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri–ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi yang lain (Wahjosumidjo, 2013: 81). Sekolah adalah suatu organisasi pendidikan formal merupakan wadah kerjasama sekelompok orang (guru, staf, kepala sekolah, dan siswa) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan sekolah sangat tergantung pada orang–orang yang terhimpun dalam lembaga (sekolah) itu. Keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh para guru yang ada di sekolah tersebut, sedangkan guru itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah satu faktor yang utama dan berperan penting adalah dimainkan kepala sekolah dan kepemimpinannya yang dapat menentukan semangat (motivasi) tinggi rendahnya kerja guru (Mantja, 2007: 5).
Betapa penting peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan (Wahjosumidjo, 2013: 82) serta kemampuan kepala sekolah dalam menjalankan roda kepemimpinannya guna menunjang sekolah dalam menggapai visi dan misi pendidikan (Mulyasa, 2009: 97).
Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh seorang kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas sumber daya yang ada di sekolahnya, menurut Mantja (2007: 59–60) sekurang–kurangnya ada 3 (tiga) aspek, yaitu: (1)Aspek guru yang mencakup: kemapuan, latar belakang, pengalaman kerja, beban mengajar, kondisi sosial ekonomi keluarga, motivasi kerja, komitmen terhadap tugas, disiplin, dan kreatifitas. (2)Aspek pengelolaan mencakup: pengelolaan kelas, pengelolaan guru, pengelolaan siswa, dan pengelolaan sarana prasarana, serta pengelolaan keuangan sekolah. (3)Aspek proses belajar pembelajaran yang mencakup: penampilan guru (performance), penguasaan materi ajar/kurikulum, penguasaan metode mengajar, dan teknik evaluasi, serta pelaksaan ekstra kurikuler. 
Dalam hal ini seorang kepala sekolah tidak hanya harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor, akan tetapi dalam perkembangannya sesuai dengan tuntutan zaman kepala sekolah juga harus mampu bertindak sebagai innovator dan motivator, bahkan harus mampu sebagai figur dan mediator yang dikemas dalam akronim EMASLIM–FM (Mulyasa, 2009; 98).
Pertanyaan masalahannya adalah, sejauhmana kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, innovator, motivator, sebagai figur, dan mediator dalam mewujudkan visi dan misi sekolah menjadi sebuah aksi.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan peranan kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, innovator, motivator, sebagai figur, dan mediator dalam mewujudkan visi dan misi sekolah menjadi sebuah aksi.

PEMBAHASAN
Kepala Sekolah sebagai Edukator (Pendidik)
Seorang kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai edukator harus memilih strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dan iklim yang kondusif di sekolahnya (Mulyasa, 2009; 98). Untuk memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan mempelajari kerterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan (Wahjosumidjo, 2013: 122). Untuk kepentingan tersebut sekurangnya ada empat macam nilai yang harus ditanamkan oleh kepala sekolah kepada tenaga pendidik dan kependidikan, yakni; pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik. Pembinaan mental; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan tentang spitual atau yang berkaitan dengan sikap batin dan watak sehingga setiap tenaga pendidik dan kependidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik secara proporsional dan professional. Pembinaan moral; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan tentang hal–hal yang yang berkenaan dengan ajaran luhur, ajaran baik dan buruk mengenai suatu perbuatan, sikap, hak dan kewajiban sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Pembinaan fisik; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani dan kesehatan secara lahiriah. Pembinaan artistik; yaitu membina membina tenaga pendidik dan kependidikan tentang kepedulian atau kepekaan sosial akan keindahan. Menurut Rohiat (2010 : 37), aspek kunci peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru untuk memberi mereka kesempatan secara maksimum guna mengembangkan belajar siswanya. Sebagaimana Sidi (2001: 24) menjelaskan, bahwa membicarakan paradigma (pendidikan–pen), visi dan metode pengajaran dengan sendirinya menuntut peningkatan dan penyesuaian kulaitas SDM para pengelola, guru, juga pada akhirnya para siswa. Sehingga mereka–para pengelola, guru, dan siswa–menjadi lebih aktif, kreatif, mandiri dan berfikir problem solving.

Kepala Sekolah sebagai Manajer 
Kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah (Wahjosumidjo, 2013: 82) sehingga seorang kepala sekolah dalam rangka melakukan tugasnya sebagai seorang manajer adalah pekerjaan manajemen yang pada hakekatnya suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan serta mengevaluasi. Di sini kepala sekolah diharapkan memiliki strategi untuk memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan secara kooperatif dan memberi kesempatan untuk meningkatkan profesinya serta mendorong keterlibatannya dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah (Mulyasa, 2009: 103). Memberdayakan tenaga kependidikan dalam arti meningkatkan profesionalismenya di sekolah harus mementingkan kerja sama dengan tenaga kependidikan dan pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan kegiatan sekolah, dengan kata lain sebagai manajer kapala sekolah harus mau dan mampu memberdayakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah secara kooperatif. Sebagai manajer kepala sekolah harus bersikap demokratis, peka terhadap keinginan bawahannya serta dapat melakukan persuasif secara tulus ikhlas atau dari hati ke hati sehingga tenaga kependidikan yang ada di sekolahnya dapat menyalurkan kemampuannya secara optimal demi kemajuan dan pengemabangan sekolah. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan adalah mendorong keterlibatan segenap unsur sekolah yang ada secara partisipatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya dengan berpedoman pada asas tujuan dan kemufakatan. Mantja (2007: 57) menjelaskan; “salah satu tanggung jawab kepala sekolah sebagai manajer sama halnya dengan semua manajer dalam organisasi adalah mengembangkan sumber daya manusia yang menjadi tanggung jawab manajemennya. Maka kepala sekolah perlu menyediakan waktu untuk memelihara tugas kepemimpinan yang potensial, dan pengembangan tugastugas yang relevan dengan kematangan profesional para anggotanya, dapat mengambil hati, dan memotivasi serta menghindarkan pertikaianpertikaian”.
Seorang manajer lebih menekankan pada pelaksanaan tugas melalui cara yang teratur dengan prosedur yang jelas secara ketat menerapkan fungsi–fungsi manajemen dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan (Kristantoro, 2015: 26). Menurut Usman (2009 dalam Wijaya, 2017: 16), substansi yang menjadi garapan manajemen pendidikan sebagai proses atau disebut fungsi manajemen antara lain: (1)perencanaan, (2)pengorganisasian, (3)pengarahan (motivasi, kekuasaan, pengambilan keputusan, perubahan organisasi, komunikasi, koordinasi, kepemimpinan, negosiasi, manajemen konflik, keterampilan antarpribadi, membangun kepercayaan, penilaian kinerja, dan kepuasan kerja), serta (4)pengendalian (pemantauan, penilaian, dan pelaporan).
Dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 ditetapkan kemampuan manajerial kepala sekolah meliputi; (1)Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan. (2)Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan. (3)Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal. (4)Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif. (5)Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik. (6)Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal. (7)Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal. (8)Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah. (9 )Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik. (10)Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.(11)Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien. (12)Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah. (13)Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatanpembelajaran dan kegiatan peserta didik disekolah/madrasah. (14)Mengelola sistem informasi sekolah/madrasahdalam mendukung penyusunan program danpengambilan keputusan. (15)Memanfaatkan kemajuan teknologi informasibagi peningkatan pembelajaran dan manajemensekolah/madrasah. (16)Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporanpelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, sertamerencanakan tindak lanjutnya. 

Kepala Sekolah sebagai Administrator
Peran kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolahnya. Oleh karenanya, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, kepala sekolah hendaknya memahami, menguasai, dan mampu melaksanakan kegiatankegiatan yang berkenaan dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan (Purwanto, 2009; 106). Fungsi kepala sekolah sebagai administrator erat kaitannya dengan tugas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumentasian seluruh program sekolah. Kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi kesiswaan, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan secara efektif dan efesien agar dapat menunjang produktifitas sekolah sehingga visi dan misi sekolah tercapai. 

Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Inti dari kegiatan pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan visi misinya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktifitas dan efektifitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Maka dari itu peran sebagai supervisor adalah menuntut kemampuan kepala sekolah untuk melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan sebagai kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah lebih terarah pada tujuan yang telah ditetapkan dan sebagai pencegahan (preventif) agar tidak ada penyimpangan dari semua pihak dan lebih hatihati dalam melaksanakan pekerjaannya. Supervisi adalah segala bantuan (pendampingan) dari kepala sekolah yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guruguru dan personel sekolah lainnya didalam mencapai tujuan pendidikan yang berupa dorongan, bimbingan, dan pemberian kesempatan bagi pertumbuhan keahlian guruguru dalam mengembangkan kesanggupankesanggupan mereka secara maksimal (Purwanto, 2009; 7376). Salah satu fungsi supervisi kepala sekolah harus bisa membantu menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya baik masalah yang bersifat umum maupun khusus. Masalah umum yang dihadapi guru dalam tugas mengajar dan mendidik biasanya menterjemahkan kurikulum dari pusat ke dalam bahasa pembelajaran yang meliputi; merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran serta mengevaluasi hasil belajar siswa. Sedangkan masalah khusus yang dihadapi guru dalam tugas mengajar dan mendidik biasanya kesulitan dalam menyampaikan materi pembelajaran yang komunikatif dan permasalahan pribadi yang sampai mempengaruhi tugas guru (personal problem) (Sahertian, 2008;130162). Sebagai supervisor kepala sekolah diharapkan mengenal karakteristik dan potensi profesional tenaga kependidikan yang ada di sekolahnya. Glikman dalam Sahertian (2008;44-45) mengemukakan dua kemampuan dasar setiap guru, yaitu; kemampuan berpikir abstrak serta kemampuan komitmen dan kepedulian yang teraktualisasi pada phenomena empat paradigma prototipe guru, yaitu; (1)Guru yang memiliki daya abstrak rendah dan komitmen rendah, yaitu guru yang tidak bermutu. (2)Guru yang memiliki daya abstrak rendah tetapi komitmen tinggi, guru yang memiliki prototipe seperti ini biasanya guru yang terlalu sibuk. (3)Guru yang memiliki daya abstrak tinggi tetapi komitmen rendah, yaitu guru yang begini biasanya menjadi guru tukang kritik, dan (4)Guru yang memiliki daya abstrak tinggi dan komitmen tinggi, guru yang begini yang dinamakan guru profesional. Setelah mengenal karakteristik dan potensi profesional bawahannya kepala sekolah melaksanakan kompetensi supervisi yang telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 meliputi; (1)Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. (2)Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. (3)Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. 

Kepala Sekolah sebagai Leader 
Pola prilaku kepemimpinan berbeda–beda sesuai dengan situasi yang ada. Ada prilaku pemimpin yang cenderung mengarahkan (direktif) selalu memberi petunjuk kepada bawahan, dan ada pula pemimpin yang cenderung memberikan dukungan (suportifWahjosumidjo (2013: 31). Dalam situasi tertentu pola prilaku kepempinan merupakan gabungan dari keduanya yang dapat digambarkan dalam empat pola kecenderungan: (1)arahan tinggi, dukungan tinggi; (2)arahan tinggi, dukungan rendah; (3)arahan rendah, dukungan tinggi; dan (4)arahan rendah, dukungan rendah.
Sebagai seorang kepala sekolah harus memahami situasi dan kondisi, kapan dan dimana melaksanakan tugasnya sehingga pola yang mana yang tepat untuk diterapkannya. Wahjosumidjo (2013: 110) mengemukakan bahwa peran kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Selanjutnya Mulyasa, 2009: 115117) menjelaskan kemampuan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifatsifat: (1)jujur, (2)percaya diri, (3)tanggung jawab, (4)berani mengambil resiko dan keputusan, (5)berjiwa besar, (6)emosi yang stabil, (7)teladan. Adapun 6 (enam) kompetensi kepribadian dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007, meliputi; (1)Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah. (2)Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. (3)Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah. (4)Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. (5)Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah. (6)Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. Pengetahun kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan; (1)memahami kondisi tenaga kependidikan, (2)memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, (3)menyusun program pengembangan tenaga pendidik, (4)menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya. Kemampuan kepala sekolah dalam mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuannya dalam; (1)mengambil keputusan bersama, (2)mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah, dan (3)mengambil keputusan untuk kepentingan eksternal sekolah. Kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi akan tercermin dari kemampuannya untuk; (1)berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di sekolah, (2)menuangkan gagasan dalam bentuk lisan dan tulisan, (3)berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, (4)berkomunikasi secara lisan dengan orang tua/wali murid dan masyrakat sekitar lingkungan sekolah. 
Sebagai kepala sekolah harus bisa menerapkan kepemimpina spiritual. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada diminesi spiritual (keilahian). Kepemimpina spiritual adalah kepemimpinan yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat–sifat ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya, dan prilaku kepemimpinan (LPMP Provinsi Jawa Timur, 2013: 21).

Kepala Sekolah sebagai Innovator
Peran sebagai innovator maksudnya seorang kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap gagasan baru, dan memberikan teladan serta mengembangkan modelmodel pembelajaran yang inovatif. Sebagai innovator akan tercermin dari caracara dalam melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel (Mulyasa, 2009: 118). Konstruktif artinya berusaha memberi spirit pada tenaga kependidikan agar dalam melaksanakan tugas profesionalismenya dapat berkembang secara optimal. Kreatif artinya dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah yaitu senantiasa mencari gagasan dan caracara yang uptodate. Delegatif maksudnya mendelegasikan tugas kepada tenaga kependidikan disesuaikan dengan kemampuannya dan diskripsi tugas (job discription).   Integratif maksudnya mengintegrasikan semua kegiatan sehingga menghasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif, efisien, dan produktif. Rasional dan objektif di sini dimaksudkan seorang kepala sekolah harus berusaha bertindak dengan pertimbangan rasio dan objektif. Pragmatis artinya dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekoah hendaknya berusaha menetapkan target (skala prioritas) berdasarkan kondisi dan kemampuan nyata yang dimiliki oleh sekolah dan tenaga kependidikan. Keteladanan dan disiplin adalah kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya hendaknya memberi contoh yang baik dan disiplin dalam perkataan dan perbuatan. Adaptabel dan fleksibel artinya kepala sekolah harus bisa beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi situasi atau keadaan yang baru.

Kepala Sekolah sebagai Motivator 
Peran kepala sekolah sebagai motivator adalah peran yang teramat penting dalam menjakankan tugas kepemimpinannya, bahkan boleh dikata peran kepala sekolah sebagai motivator dapat menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam mengemban tugas sebagai kepala sekolah. Karena bagaimanapun kepiawaian kepala sekolah menyusun visi dan program pengembangan yang hebat tetapi jika tidak dapat menggerakkan atau memotivasi tenaga kependidikan yang ada di sekolahnya maka visi dan misi serta program yang baik hanya akan menjadi pelengkap administrasi belaka atau tidak dapat menjadi aksi warga sekolahnya.
Sebagai motivator kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Salah satu faktor yang sangat dominan dan dapat menggerakkan faktorfaktor lain ke arah efektifitas kerja yang akan menentukan keberhasilan suatu organisasi atau lembaga sekolah adalah motivasi, karena tanpa, motivasi tidak ada kegiatan yang nyata. Tenaga kependidikan yang ada di sekolah memiliki karakteristik yang berbeda antara satu sama yang lain. Perbedaan karakteristik termasuk di dalamnya adalah perbedaan motivasi.Tidak jarang ditemukan guru yang kurang memiliki gairah dalam melakukan tugasnya karena kurangnya motivasi yang mengakibatkan kurang berhasilnya tujuan sekolah (Uno,  2007: 63). Oleh karena itu untuk meningkatkan produktifitas kerja guru, perlu diperhatikan perbedaan motivasinya dan faktorfaktor yang mempengaruhinya (Mulyasa, 2009:143). Motivasi sebagai konsep yang dapat digunakan ketika menggerakkan individu untuk memulai dan berprilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki pimpinan. Dalam kaitannya kepala sekolah sebagai motivator yang ingin menggerakkan tenaga kependidikan di sekolahnya untuk mengerjakan tugasnya, haruslah mampu memotivasi tenaga kependidikan tersebut sehingga memusatkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan (Gibson dkk. dalam Uno, 2007: 64). Manusia akan bekerja secara produktif apabila ia memiliki motivasi dan merasa puas dalam melakukan pekerjaannya  (Wijaya, 2017: 15).
Penghargaan (rewards) merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi. Penghargaan (rewards) sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan (rewards) ini tenaga kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif. Penghargaan akan bermakna bila dikaitkan dengan prestasinya secara terbuka, sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki peluang untuk meraihnya. Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien, agar tidak menimbulkan dampak negatif (Mulyasa, 2009:151). 

Kepala Sekolah Figur dan Mediator
Peran sebagai figur dan mediator sangat diperlukan bagi seorang kepala sekolah dalam mengemban tugas kepemimpinannya baik di dalam sekolah maupun di lingkungan sekolahnya. Karena kepala sekolah dijadikan teladan atau kiblat dalam aktualisasi visi pengembangan sekolah. Sekolah berada dalam masyarakat dan untuk masyarakat. Program sekolah akan dapat berjalan dengan baik bila ada dukungan dari masyarakat. Tidak jarang program pengembangan sekolah mengalami komuikasi yang gagal antara sekolah dan masyarakat, bahkan antara tenaga kependidikan dan siswanya. Di sini diperlukan peranan kepala sekolah untuk menjalankan fungsinya sebagai mediator untuk mengkomunikan program sekolah antara tenaga kependidikan, siswa, orang tua, dan masyarakat. Sekolah perlu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program dan masalahmasalah yang dihadapi, agar masyarakat mengetahui dan memahami masalah yang dihadapi. 

KESIMPULAN 
Dalam mewujudkan visi dan misi pada sebuah sekolah dibutuhkan seorang kepala sekolah yang memiliki jiwa kpemimpinan dan keteladanan serta kemampuan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor, innovator, motivator, dan figur, serta sebagai mediator yang dikemas dalam akronim EMASLIM–FM. Untuk dapat memenuhi tuntuan tugas kepala sekolah tersebut sebagimana dalam Pedoman Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) buku 2 kompetensi seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah sekurangkurang memiliki 6 kompetensi, yaitu: 1)Kepribadian dan Sosial, 2)Kepemimpinan, 3)Pengembangan Sekolah/Madrasah, 4)Pengelolaan Sumber Daya, 5)Kewirausahaan, dan 6)Supervisi Pembelajaran. 

DAFTAR RUJUKAN:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. 2016. Pedoman Penilaian Kinerja Guru (Buku2).
Kristantoro, Heri. 2015. Enterpreneurship Kepala Sekolah. Sala Tiga: Griya Media.
LPMP Provinsi Jawa Timur. 2013. Spiritual Leadership. Surabaya: LPMP Provinsi Jawa Timur. 
Mantja, W. 2007. Profesionalisme Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidkan dan Supervisi Pendidikan. Malang: Elang Mas.
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Permendiknas RI Nomor 28 Tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sahertian, A. Piet. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sidi, Indrajati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Pendidikan. Jakarta: Paramadina.
Uno, B. Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahjosumidjo. 2013. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wijaya, David. 2017. Manajemen Pendidikan Kontemporer. Yogjakarta: Pustaka Pelajar..