(Artikel ini dimuat di Jurnal Ilmiah Inspirasi, LPMP Jawa Timur, Vol. II / No. 2 / Juli 2018)
Abstrak: Kemampuan dan keterampilan serta ketekunan seorang
kepala sekolah sangat berarti dalam mewujudkan visi dan misi suatu lembaga
sekolah. Bahkan maju dan mundurnya suatu lembaga sekolah yang tertuang dalam visi
dan misi sekolah sebagaian besar terletak pada
peran seorang kepala sekolah dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Untuk mewujudkan visi
dan misi sekolah menjadi sebuah aksi, kepala
sekolah harus mampu melaksanakan perannya sebagai edukator, manajer,
administrator, supervisor, innovator, motivator, figur dan mediator yang
dikemas dalam akronim EMASLIM–FM.
Kata
Kunci:Kepala sekolah dan visi misi sekolah
PENDAHULUAN
Sejak diterapkannya Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekolah diharapkan dapat menentukan visi dan
misi sekolah yang akan dicapai dalam mengembangkan mutu pendidkan dan
memberikan standar pelayanan sekolah terhadap masyarakat (peserta didik) yang
ada di lingkungannya. Akan tetapi tidak jarang visi misi sekolah hanya tertuang
dalam bingkai pelengkap hiasan dinding, sementara warga sekolahnya tidak
memahami atau bahkan acuh tak acuh terhadap visi misi sekolahnya sehingga
perkembangan sekolah berjalan secara alami atau apa adanya. Padahal visi dan
misi sekolah diharapkan dapat menjadi aksi warga sekolah dalam rangka
pengembangan sekolah dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat (peserta
didik) di sekitarnya.
Sekolah
adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena
sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama
lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan
bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri–ciri tertentu yang tidak
dimiliki oleh organisasi yang lain (Wahjosumidjo, 2013: 81). Sekolah adalah suatu organisasi pendidikan formal merupakan
wadah kerjasama sekelompok orang (guru, staf, kepala sekolah, dan siswa) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan sekolah sangat
tergantung pada orang–orang yang terhimpun dalam lembaga (sekolah) itu.
Keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh para guru yang ada di sekolah
tersebut, sedangkan guru itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah
satu faktor yang utama dan berperan penting adalah dimainkan kepala sekolah dan
kepemimpinannya yang dapat menentukan semangat (motivasi) tinggi rendahnya
kerja guru (Mantja, 2007: 5).
Betapa
penting peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai
tujuan (Wahjosumidjo, 2013: 82) serta kemampuan
kepala sekolah dalam menjalankan roda kepemimpinannya guna menunjang sekolah dalam menggapai visi dan misi pendidikan (Mulyasa,
2009: 97).
Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh seorang kepala sekolah dalam
meningkatkan kualitas sumber daya yang ada di sekolahnya, menurut Mantja
(2007:
59–60) sekurang–kurangnya ada 3 (tiga) aspek, yaitu: (1)Aspek
guru yang mencakup: kemapuan, latar belakang, pengalaman kerja, beban mengajar,
kondisi sosial ekonomi keluarga, motivasi kerja, komitmen terhadap tugas,
disiplin, dan kreatifitas. (2)Aspek pengelolaan mencakup: pengelolaan kelas,
pengelolaan guru, pengelolaan siswa, dan pengelolaan sarana prasarana, serta
pengelolaan keuangan sekolah. (3)Aspek proses belajar pembelajaran yang
mencakup: penampilan guru (performance),
penguasaan materi ajar/kurikulum, penguasaan metode mengajar, dan teknik
evaluasi, serta pelaksaan ekstra kurikuler.
Dalam hal ini seorang kepala
sekolah tidak hanya harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator,
manajer, administrator, dan supervisor, akan tetapi dalam perkembangannya
sesuai dengan tuntutan zaman kepala sekolah juga harus mampu bertindak sebagai
innovator dan motivator, bahkan harus mampu sebagai figur dan mediator yang
dikemas dalam akronim EMASLIM–FM (Mulyasa, 2009; 98).
Pertanyaan
masalahannya adalah, sejauhmana kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, innovator, motivator, sebagai figur,
dan mediator
dalam mewujudkan visi dan misi sekolah menjadi sebuah aksi.
Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk memaparkan peranan kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, innovator, motivator, sebagai figur, dan mediator dalam mewujudkan visi dan misi sekolah menjadi sebuah
aksi.
PEMBAHASAN
Kepala Sekolah sebagai Edukator (Pendidik)
Seorang kepala sekolah dalam
menjalankan fungsinya sebagai edukator harus memilih strategi yang tepat untuk
meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dan iklim yang
kondusif di sekolahnya (Mulyasa, 2009; 98). Untuk memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang
terkandung dalam definisi pendidik, melainkan mempelajari kerterkaitannya
dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan
itu dilaksanakan (Wahjosumidjo, 2013: 122). Untuk kepentingan tersebut sekurangnya ada empat macam
nilai yang harus ditanamkan oleh kepala sekolah kepada tenaga pendidik dan
kependidikan, yakni; pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik. Pembinaan
mental; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan tentang spitual atau
yang berkaitan dengan sikap batin dan watak sehingga setiap tenaga pendidik dan
kependidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik secara proporsional dan
professional. Pembinaan moral; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan
tentang hal–hal yang yang berkenaan dengan ajaran luhur, ajaran baik dan buruk
mengenai suatu perbuatan, sikap, hak dan kewajiban sesuai dengan tupoksinya
masing-masing. Pembinaan fisik; yaitu membina tenaga pendidik dan kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani dan kesehatan secara
lahiriah. Pembinaan artistik; yaitu membina membina tenaga pendidik dan
kependidikan tentang kepedulian atau kepekaan sosial akan keindahan. Menurut Rohiat (2010 : 37), aspek kunci peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah
memberdayakan para guru untuk memberi mereka kesempatan secara maksimum guna
mengembangkan belajar siswanya. Sebagaimana Sidi (2001: 24) menjelaskan, bahwa
membicarakan paradigma (pendidikan–pen),
visi dan metode pengajaran dengan sendirinya menuntut peningkatan dan
penyesuaian kulaitas SDM para pengelola, guru, juga pada akhirnya para siswa.
Sehingga mereka–para pengelola, guru, dan siswa–menjadi lebih aktif, kreatif,
mandiri dan berfikir problem solving.
Kepala Sekolah sebagai Manajer
Kepala
sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah
(Wahjosumidjo, 2013: 82) sehingga seorang kepala sekolah dalam rangka melakukan tugasnya sebagai seorang manajer
adalah pekerjaan manajemen yang pada hakekatnya suatu proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan serta mengevaluasi.
Di sini kepala sekolah diharapkan memiliki strategi untuk memberdayakan tenaga
pendidik dan kependidikan secara kooperatif dan memberi kesempatan untuk
meningkatkan profesinya serta mendorong keterlibatannya dalam berbagai kegiatan
yang menunjang program sekolah (Mulyasa, 2009:
103). Memberdayakan tenaga kependidikan dalam arti meningkatkan profesionalismenya
di sekolah harus mementingkan kerja sama dengan tenaga kependidikan dan pihak
terkait lainnya dalam pelaksanaan kegiatan sekolah, dengan kata lain sebagai
manajer kapala sekolah harus mau dan mampu memberdayakan seluruh sumber daya
sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah secara
kooperatif. Sebagai manajer kepala sekolah harus bersikap demokratis, peka
terhadap keinginan bawahannya serta dapat melakukan persuasif secara tulus
ikhlas atau dari hati ke hati sehingga tenaga kependidikan yang ada di
sekolahnya dapat menyalurkan kemampuannya secara optimal demi kemajuan dan
pengemabangan sekolah. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan
adalah mendorong keterlibatan segenap unsur sekolah yang ada secara
partisipatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)–nya dengan berpedoman pada asas tujuan dan kemufakatan.
Mantja (2007:
57) menjelaskan; “salah satu tanggung jawab
kepala sekolah sebagai manajer sama halnya dengan semua manajer dalam
organisasi adalah mengembangkan sumber daya manusia yang menjadi tanggung jawab
manajemennya. Maka kepala sekolah perlu menyediakan waktu untuk memelihara
tugas kepemimpinan yang potensial, dan pengembangan tugas–tugas yang relevan dengan kematangan profesional para
anggotanya, dapat mengambil hati, dan memotivasi serta menghindarkan pertikaian–pertikaian”.
Seorang manajer
lebih menekankan pada pelaksanaan tugas melalui cara yang teratur dengan
prosedur yang jelas secara ketat menerapkan fungsi–fungsi manajemen dalam
mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan (Kristantoro, 2015: 26).
Menurut Usman (2009 dalam Wijaya, 2017: 16), substansi yang menjadi garapan
manajemen pendidikan sebagai proses atau disebut fungsi manajemen antara lain:
(1)perencanaan, (2)pengorganisasian, (3)pengarahan (motivasi, kekuasaan,
pengambilan keputusan, perubahan organisasi, komunikasi, koordinasi,
kepemimpinan, negosiasi, manajemen konflik, keterampilan antarpribadi,
membangun kepercayaan, penilaian kinerja, dan kepuasan kerja), serta
(4)pengendalian (pemantauan, penilaian, dan pelaporan).
Dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun
2007 ditetapkan kemampuan manajerial kepala sekolah meliputi; (1)Menyusun
perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
(2)Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
(3)Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya
sekolah/madrasah secara optimal. (4)Mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif. (5)Menciptakan
budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran
peserta didik. (6)Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber
daya manusia secara optimal. (7)Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah
dalam rangka pendayagunaan secara optimal. (8)Mengelola hubungan
sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber
belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah. (9 )Mengelola peserta didik dalam
rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas
peserta didik. (10)Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran
sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.(11)Mengelola keuangan
sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan,
dan efisien. (12)Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuan sekolah/madrasah. (13)Mengelola unit layanan khusus
sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatanpembelajaran dan kegiatan peserta
didik disekolah/madrasah. (14)Mengelola sistem informasi sekolah/madrasahdalam
mendukung penyusunan program danpengambilan keputusan. (15)Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasibagi peningkatan pembelajaran dan
manajemensekolah/madrasah. (16)Melakukan monitoring, evaluasi, dan
pelaporanpelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang
tepat, sertamerencanakan tindak lanjutnya.
Kepala Sekolah sebagai Administrator
Peran kepala sekolah sebagai
administrator pendidikan bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran di sekolahnya. Oleh karenanya, untuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, kepala sekolah hendaknya memahami,
menguasai, dan mampu melaksanakan kegiatan–kegiatan
yang berkenaan dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan (Purwanto,
2009; 106). Fungsi kepala sekolah sebagai administrator erat kaitannya dengan
tugas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan
pendokumentasian seluruh program sekolah. Kepala sekolah harus memiliki
kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi kesiswaan,
mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana,
mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan secara
efektif dan efesien agar dapat menunjang produktifitas sekolah sehingga visi
dan misi sekolah tercapai.
Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Inti dari kegiatan pendidikan di
sekolah dalam rangka mewujudkan visi misinya adalah kegiatan pembelajaran,
sehingga seluruh aktifitas dan efektifitas organisasi sekolah bermuara pada
pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Maka dari itu peran sebagai
supervisor adalah menuntut kemampuan kepala sekolah untuk
melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja
tenaga kependidikan sebagai kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah lebih
terarah pada tujuan yang telah ditetapkan dan sebagai pencegahan (preventif)
agar tidak ada penyimpangan dari semua pihak dan lebih hati–hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Supervisi adalah
segala bantuan (pendampingan) dari kepala sekolah yang tertuju kepada
perkembangan kepemimpinan guru–guru dan personel
sekolah lainnya didalam mencapai tujuan pendidikan yang berupa dorongan,
bimbingan, dan pemberian kesempatan bagi pertumbuhan keahlian guru–guru dalam mengembangkan kesanggupan–kesanggupan mereka secara maksimal (Purwanto, 2009; 73–76). Salah satu fungsi supervisi kepala sekolah harus bisa
membantu menyelesaikan
masalah–masalah
yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugasnya baik masalah yang bersifat umum
maupun khusus. Masalah umum yang dihadapi guru dalam tugas mengajar dan
mendidik biasanya menterjemahkan kurikulum dari pusat ke dalam bahasa
pembelajaran yang meliputi; merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran
serta mengevaluasi hasil belajar siswa. Sedangkan masalah khusus yang dihadapi
guru dalam tugas mengajar dan mendidik biasanya kesulitan dalam menyampaikan
materi pembelajaran yang komunikatif dan permasalahan pribadi yang sampai
mempengaruhi tugas guru (personal problem)
(Sahertian, 2008;130–162). Sebagai supervisor kepala
sekolah diharapkan mengenal karakteristik dan potensi profesional tenaga
kependidikan yang ada di sekolahnya. Glikman dalam Sahertian (2008;44-45)
mengemukakan dua kemampuan dasar setiap guru, yaitu; kemampuan berpikir abstrak
serta kemampuan komitmen dan kepedulian yang teraktualisasi pada phenomena empat paradigma prototipe
guru, yaitu; (1)Guru yang memiliki daya abstrak rendah dan komitmen rendah,
yaitu guru yang tidak bermutu. (2)Guru yang memiliki daya abstrak rendah tetapi
komitmen tinggi, guru yang memiliki prototipe seperti ini biasanya guru yang
terlalu sibuk. (3)Guru yang memiliki daya abstrak tinggi tetapi komitmen
rendah, yaitu guru yang begini biasanya menjadi guru tukang kritik, dan (4)Guru
yang memiliki daya abstrak tinggi dan komitmen tinggi, guru yang begini yang
dinamakan guru profesional. Setelah mengenal karakteristik dan potensi
profesional bawahannya kepala sekolah melaksanakan kompetensi supervisi yang
telah ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 meliputi; (1)Merencanakan
program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
(2)Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan
dan teknik supervisi yang tepat. (3)Menindaklanjuti hasil supervisi akademik
terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Kepala Sekolah sebagai Leader
Pola prilaku kepemimpinan berbeda–beda sesuai dengan situasi yang ada. Ada prilaku pemimpin yang cenderung mengarahkan (direktif) selalu memberi petunjuk kepada bawahan, dan ada pula pemimpin yang cenderung memberikan dukungan (suportif) Wahjosumidjo (2013: 31). Dalam situasi tertentu pola prilaku kepempinan merupakan gabungan dari keduanya yang dapat digambarkan dalam empat pola kecenderungan: (1)arahan tinggi, dukungan tinggi; (2)arahan tinggi, dukungan rendah; (3)arahan rendah, dukungan tinggi; dan (4)arahan rendah, dukungan rendah.
Sebagai seorang kepala sekolah harus memahami situasi dan kondisi, kapan dan dimana melaksanakan tugasnya sehingga pola yang mana yang tepat untuk diterapkannya. Wahjosumidjo (2013: 110) mengemukakan bahwa peran kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Selanjutnya Mulyasa, 2009: 115–117) menjelaskan kemampuan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat–sifat: (1)jujur, (2)percaya diri, (3)tanggung jawab, (4)berani mengambil resiko dan keputusan, (5)berjiwa besar, (6)emosi yang stabil, (7)teladan. Adapun 6 (enam) kompetensi kepribadian dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007, meliputi; (1)Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah. (2)Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin. (3)Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah. (4)Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. (5)Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah. (6)Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. Pengetahun kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan; (1)memahami kondisi tenaga kependidikan, (2)memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, (3)menyusun program pengembangan tenaga pendidik, (4)menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya. Kemampuan kepala sekolah dalam mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuannya dalam; (1)mengambil keputusan bersama, (2)mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah, dan (3)mengambil keputusan untuk kepentingan eksternal sekolah. Kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi akan tercermin dari kemampuannya untuk; (1)berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di sekolah, (2)menuangkan gagasan dalam bentuk lisan dan tulisan, (3)berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, (4)berkomunikasi secara lisan dengan orang tua/wali murid dan masyrakat sekitar lingkungan sekolah.
Sebagai kepala sekolah harus bisa menerapkan kepemimpina spiritual. Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang membawa dimensi keduniawian kepada diminesi spiritual (keilahian). Kepemimpina spiritual adalah kepemimpinan yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat–sifat ketuhanan lainnya dalam tujuan, proses, budaya, dan prilaku kepemimpinan (LPMP Provinsi Jawa Timur, 2013: 21).
Kepala Sekolah sebagai Innovator
Peran sebagai innovator maksudnya
seorang kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap gagasan baru, dan memberikan teladan serta
mengembangkan model–model pembelajaran yang inovatif.
Sebagai innovator akan tercermin dari cara–cara
dalam melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif,
integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta
adaptabel dan fleksibel (Mulyasa, 2009: 118). Konstruktif
artinya berusaha memberi spirit pada tenaga kependidikan agar dalam
melaksanakan tugas profesionalismenya dapat berkembang secara optimal. Kreatif
artinya dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah yaitu
senantiasa mencari gagasan dan cara–cara yang uptodate. Delegatif maksudnya
mendelegasikan tugas kepada tenaga kependidikan disesuaikan dengan kemampuannya
dan diskripsi tugas (job discription). Integratif maksudnya
mengintegrasikan semua kegiatan sehingga menghasilkan sinergi untuk mencapai
tujuan sekolah secara efektif, efisien, dan produktif. Rasional dan objektif di
sini dimaksudkan seorang kepala sekolah harus berusaha bertindak dengan
pertimbangan rasio dan objektif. Pragmatis artinya dalam meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan di sekoah hendaknya berusaha menetapkan
target (skala prioritas) berdasarkan kondisi dan kemampuan nyata yang dimiliki
oleh sekolah dan tenaga kependidikan. Keteladanan dan disiplin adalah kepala
sekolah dalam melaksanakan tugasnya hendaknya memberi contoh yang baik dan
disiplin dalam perkataan dan perbuatan. Adaptabel dan fleksibel artinya kepala
sekolah harus bisa beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi situasi atau
keadaan yang baru.
Kepala Sekolah sebagai Motivator
Peran kepala sekolah sebagai
motivator adalah peran yang teramat penting dalam menjakankan tugas
kepemimpinannya, bahkan boleh dikata peran kepala sekolah sebagai motivator
dapat menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam
mengemban tugas sebagai kepala sekolah. Karena bagaimanapun kepiawaian kepala
sekolah menyusun visi dan program pengembangan yang hebat tetapi jika tidak
dapat menggerakkan atau memotivasi tenaga kependidikan yang ada di sekolahnya
maka visi dan
misi serta program
yang baik hanya akan menjadi pelengkap administrasi belaka atau tidak dapat
menjadi aksi warga sekolahnya.
Sebagai motivator kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga
kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Salah satu faktor
yang sangat dominan dan dapat menggerakkan faktor–faktor
lain ke arah efektifitas kerja yang akan menentukan keberhasilan suatu
organisasi atau lembaga sekolah adalah motivasi, karena tanpa, motivasi tidak
ada kegiatan yang nyata. Tenaga kependidikan yang ada di sekolah memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu sama yang lain. Perbedaan karakteristik
termasuk di dalamnya adalah perbedaan motivasi.Tidak jarang ditemukan guru yang
kurang memiliki gairah dalam melakukan tugasnya karena kurangnya motivasi yang
mengakibatkan kurang berhasilnya tujuan sekolah (Uno, 2007: 63).
Oleh karena itu untuk meningkatkan produktifitas kerja guru, perlu diperhatikan
perbedaan motivasinya dan faktor–faktor yang
mempengaruhinya (Mulyasa, 2009:143). Motivasi sebagai
konsep yang dapat digunakan ketika menggerakkan individu untuk memulai dan
berprilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki pimpinan. Dalam kaitannya kepala
sekolah sebagai motivator yang ingin menggerakkan tenaga kependidikan di
sekolahnya untuk mengerjakan tugasnya, haruslah mampu memotivasi tenaga
kependidikan tersebut sehingga memusatkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk
mencapai hasil yang telah ditetapkan (Gibson dkk. dalam
Uno, 2007: 64). Manusia akan bekerja secara
produktif apabila ia memiliki motivasi dan merasa puas dalam melakukan
pekerjaannya (Wijaya, 2017: 15).
Penghargaan (rewards) merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi.
Penghargaan (rewards) sangat penting
untuk meningkatkan produktivitas kerja dan untuk mengurangi kegiatan yang
kurang produktif. Melalui penghargaan (rewards)
ini tenaga kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan
produktif. Penghargaan akan bermakna bila dikaitkan dengan prestasinya secara
terbuka, sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki peluang untuk meraihnya.
Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien,
agar tidak menimbulkan dampak negatif (Mulyasa, 2009:151).
Kepala Sekolah Figur dan Mediator
Peran sebagai figur dan mediator
sangat diperlukan bagi seorang kepala sekolah dalam mengemban tugas
kepemimpinannya baik di dalam sekolah maupun di lingkungan sekolahnya. Karena
kepala sekolah dijadikan teladan atau kiblat dalam aktualisasi visi
pengembangan sekolah. Sekolah berada dalam masyarakat dan untuk masyarakat.
Program sekolah akan dapat berjalan dengan baik bila ada dukungan dari
masyarakat. Tidak jarang program pengembangan sekolah mengalami komuikasi yang
gagal antara sekolah dan masyarakat, bahkan antara tenaga kependidikan dan
siswanya. Di sini diperlukan peranan kepala sekolah untuk menjalankan fungsinya
sebagai mediator untuk mengkomunikan program sekolah antara tenaga
kependidikan, siswa, orang tua, dan masyarakat. Sekolah perlu memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai program dan masalah–masalah yang dihadapi, agar masyarakat mengetahui dan
memahami masalah yang dihadapi.
KESIMPULAN
Dalam mewujudkan visi dan misi pada
sebuah sekolah dibutuhkan seorang kepala sekolah yang
memiliki jiwa kpemimpinan dan keteladanan serta kemampuan melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor,
innovator, motivator, dan figur, serta sebagai mediator yang dikemas dalam
akronim EMASLIM–FM. Untuk dapat memenuhi tuntuan tugas kepala sekolah tersebut
sebagimana dalam Pedoman Penilaian Kinerja Guru (PK Guru) buku 2 kompetensi
seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah sekurang–kurang memiliki 6 kompetensi, yaitu:
1)Kepribadian dan Sosial, 2)Kepemimpinan,
3)Pengembangan Sekolah/Madrasah, 4)Pengelolaan Sumber Daya, 5)Kewirausahaan,
dan 6)Supervisi Pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan. 2016. Pedoman
Penilaian Kinerja Guru (Buku–2).
Kristantoro, Heri. 2015. Enterpreneurship Kepala Sekolah. Sala Tiga:
Griya Media.
LPMP Provinsi Jawa Timur. 2013. Spiritual Leadership. Surabaya: LPMP
Provinsi Jawa Timur.
Mantja, W. 2007. Profesionalisme
Tenaga Kependidikan: Manajemen
Pendidkan dan Supervisi Pendidikan. Malang: Elang Mas.
Mulyasa, E. 2009. Menjadi
Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Permendiknas RI Nomor 28 Tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Purwanto, Ngalim. 2009. Administrasi
dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sahertian, A. Piet. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sidi, Indrajati. 2001. Menuju
Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Pendidikan. Jakarta: Paramadina.
Uno, B. Hamzah. 2007. Teori
Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wahjosumidjo. 2013. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wijaya, David. 2017. Manajemen Pendidikan Kontemporer.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar..